Laman

Rabu, 11 Mei 2011

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER

Oleh : Rian Primadi Sukoco
Mahasiswa STIKES TRI MANDIRI SAKTI
Bengkulu


2.1 Anatomi sistem kardiovaskuler
                Sistem Kardiovaskuler terdiri dari darah,jantung dan pembuluh darah. Jantung terletak di dalam mediastinum di rongga dada. 2/3 nya terletak di bagian kiri, 1/3 nya terletak di bagian kanan dari garis tengah tubuh. Proyeksi jantung kanan secara visual pada permukaan anterior adalah dibawah sternum dan tulang iga. Pada bagian permukaan inferior ( Apeks dan batas kanan jantung) diatas diafragma.
                Batas jantung kanan (yang meluas kebagian inferior dan basal) bertemu dengan paru kanan. Batas jantung kiri (yang meluas dari basal ke apeks) bertemu dengan paru kiri. Batas superior jantung kanan terletak di intercostae ke-3 kira-kira 3 cm ke kanan dari garis tengah. Garis yang menghubungkan kedua titik ini berkoresponden dengan basal jantung. Batas inferior jantung kiri terletak di apeks di intercostae ke-5 kira-kira 9 cm ke kiri dari garis tengah. Batas inferior jantung kanan terletak pada intercostae ke-6kira- kira 3 cm ke kanan dari garis tengah. Garis yang menghubungkan garis inferior kanan dan kiri berkoresponden terhadap inferior surface jantungdan garis yang menghubungkan inferior dan superior kanan berkoresponden ke border jantung kanan.
               

Berat jantung orang dewasa laki-laki 300-350gr, berat jantung orang dewasa wanita 250-350 gr. Panjang jantung 12 cm, lebar 9 cm dan tebal 6 cm atau 4 gr/kg BB dari berat badan ideal.
2.1.1 Struktur dan fungsi jantung



a. Struktur Pericardium dan Lapisan Jantung       
                Pericardium adalah memberan yang mengelilingi dan melapisi jantung.dan memberan ini membatasi jantung pada posisi didalam mediastinum.Pericardium terdiri dari dua bagian yaitu fibrous pericardium dan serous pericardium.Febrous pericardium superficial adalah lapisan keras,tidak elastik dan merupakan jaringan tebal yang tidak beraturan.
                Fungsi dari fibrous pericardium adalah mencegah peregangan berlebihan dari jantung,melindungi dan menempatkan jantung dalam mediastinum.
                Serous pericardium adalah lapisan dalam yang tipis,memberan yang halus yang terdiri dari dua lapisan. Lapisan parietal adalah lapisan paling luar dari serous pericardium yang menyatu dengan perikardium fibrosa. Bagian dalam adalah lapisan visceral yang di sebut juga epicardium,yang menempel pada permukaan jantung ,antara lapisan parietal dan visceral terdapat cairan yang di sebut cairan perikadial. Cairan perikardial adalah cairan yang dihasilkan oleh sell pericardial untuk mencegah pergesekan antara memberan saat jantung berkontraksi.
     Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1. Epikardium ( lapisan terluar )
2. Myocardium ( lapisan tengah )
3. Endocardium ( lapisan terdalam )
Lapisan perikardium dapat disebut juga lapisan visceral,dari serous perikardium.lapisan luar yang transparan dari dinding jantung terdiri dari mesothelium yang bertekstur licin pada permukaan jantung.
Myocardium adalah jaringan otot jantung yang paling tebal dari jantung dan berfungsi sebagai pompa jantung dan bersifat involunter. Endocardium adalah lapisan tipis dari endotelium yang melapisi lapisan tipis jaringan penghubung yang memberikan suatu batas yang licin bagi ruang-ruang jantung dan menutupi katup-katup jantung .Endocardium bersambung dengan endothelial yang melapisi pembuluh besar jantung.

b. struktur bagian dalam dan luar ruang-ruang  jantung
                Jantung terdiri dari empat ruang,dua atrium dan dua ventrikel pada bagian anterior.Setiap atrium terdapat auricle,setiap aurikel meningkatkan kapasitas ruang atrium sehingga atrium menerima volume darah yang lebih besar.
                Pada permukaan jantung terdapat lekuk yang saling berhubungan disebut sulkus yang mengandung pembuluh darah koroner dan sejumlah lemak. Masing-masing sulkus memberi tanda batas eksternal antar dua ruang jantung. Sulkus koroner bagian dalam mengelilingi sebagian jantung dan memberi tanda batas antara atrium superior dan ventrikel inferior.
Sulkus interventrikuler anterior adalah lekukan dangkal pada permukaan depan jantung yang memberi tanda batas antara ventrikel kanan dan kiri,sulkus ini berlanjut mengelilingi permukaan posterior jantung yang disebut sulkus interventrikuler posterior dimana memberi tanda batas antar ventrikel di bagian belakang jantung.

v  Atrium kanan
Atrium kanan berdinding tipis, berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah, dan sebagai penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik yang mengalir ke ventrikel kanan. Atrium kanan menerima darah dari cava superior,cava inferior dan sinus koronarius.Pada bagian antero superior atrium kanan terdapat lekukan ruang yang berbentuk daun telinga yang disebut aurikel, pada bagian posterior dan septal licin dan rata tetapi daerah lateral dan aurikel permukaannya kasar serta tersusun dari serabut-serabut otot yang berjalan pararel yang disebut pactinatus. Tebal dinding antrium kanan 2 cm.

v  Ventrikel kanan
Ventrikel kanan membentuk hampir sebagian besar permukaan depan jantung.Bagian dalam dari ventrikel kanan terdiri dari tonjolan-tonjolan yang terbentuk dari ikatan jaringan serabut otot jantung yang disebut trabeculae carneae.
Beberapa trabeculae carneae merupakan bagian yang membawa sistem konduksi dari jantung. Daun katup trikuspid dihubungkan dengan tali seperti tendon yang disebut dengan chorda tendinea yang disambungkan dengan trabekula yang berbentuk kerucut yang disebut papillary muscle. Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit yang unik, guna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteria pulmonalis.
Ventrikel kanan dipisahkan dengan ventrikel kiri oleh interventrikuler septum. Darah dari ventrikel kanan melalui katup semilunar pulmonal ke pembuluh darah arteri besar yang disebut pulmonary truk yang dibagi menjadi arteri pulmonal kanan dan kiri.
Beban kerja ventrikel kanan jauh lebih ringan daripada ventrikel kiri. Akibatnya, tebal dinding ventrikel kanan hanya sepertiga dari tebal dinding ventrikel kiri.

v  Atrium kiri
Atrium kiri membentuk sebagian besar dasar jantung.Atrium kiri menerima darah dari paru-paru melalui empat vena pulmonal. Seperti pada atrium kanan bagian dalam atrium kiri mempunyai dinding posterior yang lunak.
Antara atrium kiri dan vena pulmonalis tidak terdapat katup sejati. Oleh karena itu, perubahan tekanan atrium kiri mudah membalik secara retrograd ke dalam pembuluh paru-paru. Peningkatan akut tekanan atrium kiri akan menyebabkan bendungan paru. Atrium kiri memiliki dinding yang tipis dan bertekanan rendah. Darah mengalir dari atrium kiri ke dalam ventrikel kiri melalui katup mitralis (bikuspid) yang mempunyai dua daun katup.

v  Ventrikel kiri
Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik, dan mempertahankan aliran darah ke jaringan perifer. Ventrikel kiri mempunyai otot-otot yang tebal dengan bentuk yang menyerupai lingkaran sehingga mempermudah pembentukan tekanan tinggi selama ventrikel berkontraksi. Bahkan sekat pembatas kedua ventrikel (septum interventrikularis) juga membantu memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh seluruh ruang ventrikel selama kontraksi.
Ventrikel kiri membentuk apex dari jantung seperti pada ventrikel kanan mengandung trabecula carneae dan mempunyai chorda tendinea yang dimana mengikat daun katup bikuspid ke papillary muscle.
Darah dibawa dari ventrikel kiri melalui katup semilunar aorta ke arteri yang paling besar keseluruh tubuh yang disebut aorta asending.Dari sini sebagian darah mengalir ke arteri coronary,dimana merupakan cabang dari aorta asending dan membawa darah kedinding jantung,sebagian darah masuk ke arkus aorta dan aorta desending.Cabang dari arkus aorta dan aorta desending membawa darah keseluruh tubuh.
Tekanan normal di ruang-ruang jantung:
·         Atrium kanan -0-5 mmHg. - Atrium Kiri 3-12 mmHg
·         Ventrikel kanan (S 15-25) ( D <5 ) -Ventrikel Kiri ( S 120 ) ( D 10 )
·         Arteri Pulmonal ( S 15-25 ) ( D 3-12 ) -Aorta ( S 120 ) ( D 70 )

c. Struktur katup-katup jantung
Membuka dan menutupnya katup jantung terjadi karena perubahan tekanan pada saat jantung kontraksi dan relaksasi.Setiap katup jantung membantu aliran darah satu arah dengan cara membuka dan menutup katup untuk mencegah aliran balik.

Katup Atrioventrikularis
Disebut katup atrioventrikuler karena letaknya di antara atrium dan ventrikel.
Katup atrioventrikuler terdiri dari dua katup yaitu biskupid dan trikuspid,dan ketika katup atrioventrikuler terbuka daun katup terdorong ke ventrikel.Darah bergerak dari atrium ke ventrikel melalui katup atrioventrikuler yang terbuka ketika tekanan ventrikel lebih rendah dibanding tekanan atrium.Pada saat ini papillary muscle dalam ke adaan relaksasi dan corda tendinea kendor.
Pada saat ventrikel kontraksi,tekanan darah membuat daun katup keatas sampai tepi daun katup bertemu dan menutup kembali. Pada saat bersamaan muskuler papilaris berkontraksi dimana menarik dan mengencangkan chorda tendinea hal ini mencegah daun katup terdorong ke arah atrium akibat tekanan ventrikel yang tinggi. Jika daun katup dan chorda tendinea mengalami kerusakan maka terjadi kebocoran darah atau aliran balik ke atrium ketika terjadi kontraksi ventrikel.

v  Katup Semilunaris
Terdiri dari katup pulmonal dan katup aorta. Katup pulmonal terletak pada arteri pulmonalis memisahkan pembuluh ini dari ventrikel kanan. Katup aorta terletak antara aorta dan ventrikel kiri. Kedua katup semilunar terdiri dari tiga daun katup yang berbentuk sama yang simetris disertai penonjolan menyerupai corong yang dikaitkan dengan sebuah cincin serabut. Adanya katup semilunar memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri pulmonal atau aorta selama sistol ventrikel dan mencegah aliran balik waktu diastolik ventrikel .Pembukaan katup terjadi pada waktu masing-masing ventrikel berkontraksi,dimana tekanan ventrikel lebih tinggi dari pada tekanan di dalam pembuluh-pembuluh.

2.1.2 Sistem konduksi
                Anulus fibrosus diantara atrium dan ventrikel memisahkan ruangan-ruangan ini secara anatomis maupun elektris. Untuk memastikan rangsangan ritmik dan sinkron, serta kontraksi otot jantung, terdapat jalur konduksi khusus dalam miokardium. Jaringan konduksi ini memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1.       Otomatisasi : kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan.
2.       RitmisasiI: pembangkitan impuls yang teratur
3.       Konduktivitas: kemampuan menghantarkan impuls
4.       Daya rangsang: kemampuan berespon terhadap stimulasi
Jantung memiliki sifat-sifat ini sehingga mampu menghasilkan impuls secara spontan dan ritmis yangt disalurkan melalui sistem konduksi untuk merangsang miokardium dan menstimulasi kontraksi otot.



Jalur konduksi normal jantung

Impuls berasal dari SA node
Sistem penghantar khusus atrium
AV node

Cabang his

Purkinje

Mengaktifkan dan merangsang sel miokardial


2.1.3 Sirkulasi sistemik
                Sirkulasi sistemik menyuplai darah ke semua jaringan tubuh dengan pengecualian pada paru. Sebanyak 84% volume darah total terdapat dalam sirkulasi sistemik. Sebanyak 16% volume darah yang tersisa terdapat dalam jantung dan paru. Sirkulasi sistemik dapat dibagi menjadi lima kategori berdasarkan anatomi dan fungsinya:
1.       Arteria
Dinding aorta dan arteria besar mengndung banyak jaringn elastis dan sebagian otot polos. Ventrikel kiri memompa darah masuk ke dalam aorta dengan tekanan tinggi. Dorongn darah secara mendadak ini meregang dinding arteria yang elastis tersebut; pada saat ventrikel beristirahat maka dinding yang elastis tersebut kembali pada keadaan semula dan memompa darah kedepan, keseluruh sistem sirkulasi. Di daerah perifer, cabang-cabang sistem arteria berproliferasi dan terbagi lagi menjadi pembuluh drah kecil.
        Jaringan arterial ini terisi sekitar 15% volume total darah. Oleh karena itu sistem arteria ini dianggap merupakan sirkuit bervolume rendah tetapi bertekanan tinggi. Cabang-cabang arterial disebut sirkuit resistensi karena memiliki sifat khas volume-tekanan ini.
2.       Arteriola
Dinding pembuluh darah arteriola terutama terdiri dari otot polos dangan sedikit selaput elastis. Dinding arteriola ini sangat peka dan dapat berdilatasi atau berkontraksi. Bila berkontraksi, arteriola merupakan tempat resistensi utama aliran darah dalam cabang arterial. Saat berdilatasi penuh, arteriola hampir tidak memberikan resistensi terhadap aliran darah.
3.       Kapiler
Pembuluh kapiler memiliki dinding tipis yang terdiri dari satu lapis sel endotel. Nutrisi dan metabolit  berdifusi dari daerah berkonsentrasi tinggi menuju daerah berkonstriksi rendah melalui membran yang tipis dan semipermeabel ini. dengan demikian oksigen dan nutrisi akan meninggalkan pembuluh darah dan masuk ke dalam ruang interstitial dan sel. Karbondioksida dan metabolit berdifusi ke arah yang berlawanan. Pergerakan cairan antara pembuluh darah dan ruangan interstitial bergantung pada keseimbangan relatif antara tekanan hidrostatik dan osmotik jaringan kalpiler.
4.       Venula
Venula berfungsi sebagai saluran pengumpul dan terdiri dari sel-sel endotel dan jaringan fibrosa.
5.       Vena
Vena adalah saluran yang berdinding relatif tipis dan berfungsi menyalurkan darah dari jaringan kapiler melalui sistem vena, masuk ke atrium kanan. Vena merupakan pembuluh pada sirkulasi sistemik yang paling dapat meregang; pembuluh ini dapat menampung darah dalam jumlah banyak dengan tekanan yang relatif rendah.sifat aliran ini yang menyebabkan sistem vena disebut sistem kapasitas.
Semua aliran darah vena mengalor ke dalam atrium. Tekanan dalam atrium kanan lazim disebut sebagai tekanan vena sentrali (central venous pressure, CVP) atau tekanan atrium kanan (right atrial pressure, RAP).

2.1.4 Sirkulasi Koroner
                Efisiensi jantung sebagai pompa bergantung pada nutrisi dan oksigenasi otot jantung melalui sirkulasi koroner. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan epikardium jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil.

Distribusi Arteria Koronaria
                Arteria koronaria adalah percabangan pertama sirkulasi sistemik. Muara arteria koronaria ini terdapat di balik daun katup aorta kanan dan kiri di dalam sinus valsalva. Sirkulasi koroner  terdiri dari: arteria koronaria kanan dan kiri.


Sirkulasi Koroner

 






Rounded Rectangle: Arteria sirkumfleksa kiriRounded Rectangle: Arteria desendens anterior kiriMendarahi










Rounded Rectangle: Ventrikel kanan
Rounded Rectangle: Atrium kanan








                                                                Mendarahi                                                          Mendarahi





Rounded Rectangle: Dinding anterior ventrikel kiri
Rounded Rectangle: Dinding lateral ventrikel kiri







                Pada 85% populasi, arteria koronaria kanan mempercabngkan cabang arteria desenden posterior dan ventrikular kanan posterior. Pembuluh darah ini mendarahi dinding posterior dan inferior ventrikel kiri, secara berurutan. Sistem ini disebut “Sistem dominan kanan”.
                Dari 15% populasi sisa, separuhnya memiliki “sistem dominan kiri” atau “dominan campuran”. Pada orang yang memilki sistem dominan kiri, arteri sirkumfleksia kiri mempercabangkan arteria desendens posterior dan ventrikular kiri posterior. Pada sistem dominan campuran, arteri koronaria kanan mempercabangkan  arteria desendens posterior, dan arteri sirkumfleksa kiri mempercabngkan ventrikular kiri posterior.
Belum Lengkap

2.2 Fisiologi sistem kardiovaskuler
2.2.1 Siklus jantung
                Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling terkait. Gelombang rangsangan listrik tersebar dari nodus SA melalui sistem konduksi menuju mikardium untuk merangsang kontraksi otot. Rangsangan listrik ini disebut sebagai “depolarisasi”, dan diikuti pemulihan listrik kembali yang disebut “repolarisai”. Respon mekaniknya adlah sistolik (kontraksi otot) dan diastolik (relaksasi otot). Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung.
                Aktifitas listrik sel dicatat secara grafik melalui elektroda intrasel memperlihatkan bentuk yang khas, yang disebut “potensial aksi”. Aktivitas listrik dari semua sel miokardium secara keseluruhan dpat dilihat dalam suatu “elektrokardiogram”.

  • Elektrofisiologi
                Aktivitas listrik jantung terjadi akibat aliran ion-ion natrium, kalium, dan kalsium (Na+, K+, dan Ca++) melewati membran sel jantung. Seperti semua sel dalam tubuh, Na+ dan Ca++ terutama merupakan ion ekstrasel, dan K+ terutama merupakan ion intrasel. Perpindahan ion-ion ini melalui membran sel  jantung dikendalikan oleh berbagai hal termasuk difusi pasif, sawar yang bergantung pada waktu dan voltase, serta pompa Na+, K+-ATPase.



  • Potensial Aksi
                Hasil perpindahan ion antar membran merupakan suatu perbedaan listrik melewati membran sel yang dpat digambarkan secara grafik sebagai suatu potensial aksi. Potensial aksi yang menggambarkan muatan listrik bagian dalam sel dalam hubungannya dengan muatan listrik bagian luar sel , disebut “potensil transmembran”. Dua tipe utama potensial aksi merupakan potensial aksi respon cepat dan respons lambat.
a)      Potensial aksi respons cepat
Potensial aksi ini terdapat dalam sel-sel otot ventrikel dan atrium, demikian juga dengan serabut purkinje. Potensial transmembran dlam sel ini saat istirahat adlah -90Mv- potensial transmembran saat istirahat (biasanya disebut RP pada gambar).
Beberapa faktor yang mempertahankan potensial transmembran saat istirahat yang negatif:
1)    Permeabilitas selektif membran sel terhadap K+ dibandingkan dengan ion Na+. Kalium dapat bergerak secara bebas bila terdapat perbedaan konsentrasi dengan bagian luar sel, tetapi kerana permeabilitas sel membran, hanya sejumlah kecil Na+ yang dapat masuk ke dalam sel.
2)    Potensial aksi transmembran yang negatif adalah pompa Na+, K+-ATPase. Pompa ini secara kontinyu memompa Na+ berpindah ke luar sel dan K+ berpindah ke dalam sel dengan rasio 3:2 apabila terdapat perbedaan konsentrasi.
b)      Potensial aksi respon lambat
Nodus SA maupun AV memperlihatkan potensial aksi respons lambat. Sel-sel nodus ini memilki lebih sedikit saluran K+ dan lebig bocor terhadap Na+. Oleh karena itu potensial transmembran saat istirhat tidak begitu negatif (-60mV), yang diperlihatkan sebagai RP dalam gambar. Pada potensial transmembran ini, saluran Na+ cepat yang bergantung-voltase tetap tidak teraktivasi. Selain keadaan ini, saluran lain dalam membran sel secara herediter mengalami kebocoran terhadap Na+, menyebabkan sejumlah besar Na+ yang bocor ke dalam sel. Potensial membran akhirnya mencapai -40mV, yang merupakan potensial ambang dalam respons lambat dan terlihat sebagi TP dalam gambar. Saluran Ca++ respons lambat yang bergantung voltase menjadi terkativasi, dan influks Ca++ menyebabkan terjadinya depolarisasi sel.

  • Sel Pacemaker
                Serabut sistem hantaran khusus jantung (nodus SA, nodus AV, dan serabut Purkinjie) memiliki ciri khas automatisai, yang berarti bahwa serabut ini dapat mengeksitasi diri sendiri, atau menghasilkan potensial secara spontan. Nodus SA adalah pacemaker dominan pada jantung, karena mampu mengeksitasi diri sendiri dengan laju yang lebih cepat daripada nodus AV atau serabut Purkinjie. Namun demikian, apabila nodus SA mengalami cedera, nodus AV dan serabut Purkinjie kemudian dpat mengambil alih peran pacemaker tetapi dengan laju yang lebih perlahan (40 hingga 60 denyut/menit pada nodus SA dan 15 hingga 40 denyut/menit pada nodus AV dan srabut Purkinjie).

  •  Ultrastruktur Otot
Sarkomer yang merupakan unit kontraktil dasar miokardium tersusun oleh dua miofilamen yang saling tumpang tindih : Filamen tebal miosin & filamen tipis aktin. Filamen miosin memiliki jembatan penghubung. Filamen aktin tersusun atas tiga komponen protein: aktin, tropomiosin, dan troponin. Kontraksi otot terjadi bila tempat aktif pada filamen aktin berikatan dengan jembatan penghubung miosin, menyebabkan filamen aktin tertarik ke pusat filamen miosin, pemendekan sarkomer.
Kalsium berperan penting dalam ikatan aktin-miosin. Bila tidak terdapat kalsium, tropomiosin dan troponin, ikatan aktin-miosin tidak terjadi. Hal ini menghasilkan relaksasi otot jantung.
Pentingnya kalsium bagi eksitasi dan kontraksi listrik sel jantung yang menyertai disebut sebagai “gabungan eksitasi-kontraksi”. Secara klinis, mekanisme ini penting untuk memahami konsekuensi berbagai terapi medis yang mengubah konsentrasi kalsium intrasel. Misalnya, ini menjelaskan alasan pemberian penyekat saluran kalsium untuk pengendalian denyut jantung dapat menyebabkan memburuknya gagal jantung kongestif. Sebalinya, pemberian kotekolamin secara intravena dapat memperkuat denyut jantung maupun penyebab kontraksi miokardium.
  •   Fase siklus jantung
Secara klinis, sistolik dapat dijelaskan sebagai suatu periode antara suara jantung S1 dan S2, dan diastolik dijelaskan sebagai suatu periode S2 dan S1.  S1 S2 di hasilkan oleh penutupan yang secara berurutan katup AV dan semilunaris.faktor penting yang harus di ingat adalah bahwa katup jantung membuka dan menutup secara fasif akibat perbedaan tekanan. Urutan peristiwa mekanis selam siklus jantung terjadi secara bersamaan pada sisi kanan dan kiri jantung.
Pada awal diastolik darah mengalir cepat dari atrium,melewati katpu mitral,dan ke dalam ventrikel. Dengan mulai seimbangnya tekanan aantara atrium dan ventrikel,darah mengalir dari ventrikel melambat. Hal ini disebut diatasis. Kontraksi atrium kemudian terjadi, berperan dalam bertambahnya sebanyak 20-30% pengisian atrium. Kemudian terjadi kontraksi ventrikel, dan karena tekanan ventrikel  lebih besar di bandingkan dengan yang terdapat dalam atrium, maka katup mitra menutup (S1). Hal ini ,memulai terjadinya sistolik dan kontraksi isovolomik.
Dengan berlanjutnya kontraksi ventrikel, tekanan dalam ventrikel kiri meningkat hingga melebihi tekanan dalam aorta. Perbedaan tekanan , mendorong katup aorta memebuka dan darah tercurah keluar ventrikel. Hal ini disebut sebagai periode pemompaan ventrikel. Ventrikel kemudian mengalami relaksasi. Relaksasi ventrikel menyebabakan tekanan dalam ventrikel menurun di bawah tekanan dalam aorta dan katup aorta menutup (S2) menyebabkan awitan diastlik.
Dengan menutupnya katup aorta maupun mitral, volume darah dalam ventrikel kiri tetap konstan. Tekanan dalam ventrikel kiri menurun karena ventrikel mulai berrelaksasi. Periode ini disebut periode isovolomik. Sementara tekanan ventrikel menurun, terbentu tekanan ventrikel akibat aliran balik vena melawan katup mitral yang tertutup. Perbedaan tekanan ini menyebabakan pebukaan katup mitral dan kemudian tercurahnya dari atrium ke ventrikel. Sehingga terjadi periode pengisian ventrikel cepat, da siklus jantung dimulai lagi.

2.2.2 Curah jantung
                Curah jantung merupakan volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel /menit.
Curah jantung rata-rata adlah 5L/ menit. Namun demikian, curah jantung bervariasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi jaringan perifer.  Indeks jantung diperoleh dengan membagi curah jantung dengan luas permukaaan tubuh, yaitu sekitar 3L/menit/m2 permukaan tubuh.
                Volume sekuncup adalah volume darah yang dipompa oleh seriap ventrikel per detik. Sekitar 2/3 dari volume darah dalam ventrikel pada akhir diastolik (volume akhir diastolik) dikeluarkan selama sistolik. Jumlah darah yang dikeluarkan tersebut disebut “fraksi ejeksi”, sedangkan volume darah yang tersisa di dalam ventrikel pada akhir sistolik disebut “volume akhir sistolik”

Faktor penentu curah jantung
                Curah jantung tergantung dari hubungan yangt terdapat antara dua variabel : fariabel jantung dan volume sekuncup.

Rounded Rectangle: Curah jantung = frekuensi jantung  X  volume sekuncup               



                Meskipun terjadi perubahan pada salah satu variabel, curah jantungt dapat tetap dipertahankan konstan melalui penyesuain konvensatorik dalam variabel lainnya.

Senin, 18 April 2011

ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

Oleh : Rian Primadi Sukoco
Mahasiswa STIKES TRI MANDIRI SAKTI
Bengkulu


2.1 Definisi
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan kerusakan pada total akibat berbagai total akibat etiologi. Kedaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis, pneumonia viralatau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar, emboli lemak, tenggelam, transfusi darah masif, bypas kardiopulmonal, keracunan O2, perdarahan pankreatitis akut, inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu.
ARDS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo, 2006). ARDS atau sindroma distres pernafasan dewasa (SDPD) adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal (Hudak, 1997).
ARDS adalah penyakit akut dan progressif dari kegagalan pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000).
ARDS adalah suatu kondisi yang ditandai oleh hipoksemia berat, dispnea dan infiltrasi pulmonari bilateral. ARDS menyebabkan penyakit restriktif yang sangat parah. ARDS pernah dikenal dengan banyak nama termasuk syok paru, paru-paru basah traumatik, sindrom kebocoran kapiler, postperfusi paru, atelektasis kongestif dan insufisiensi pulmonal postraumatik. Sindrom ini tidak pernah timbul sebagai penyakit primer, tetapi sekunder akibat gangguan tubuh yang terjadi.

2.2 Epidemiologi
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk jaringan parut di paru-parunya. Jaringan parut tertentu membaik beberapa bulan setelah ventilator dilepas. (http://medicastore.com/penykit/106/Sindroma_Gawat_Pernafasan_Akut.html 09.42, 14090)

2.3 Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan parubaik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru:
1.      Trauma langsung pada paru 
a.       Pneumoni viru, bakter, fungal
b.      Contusio paru
c.       Aspirasi cairan lambung
d.      Anhalasi asap berlebih
e.       Inhalasi toksin
f.       Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
2.      Trauma tidak langsung pada paru
a.       Sepsis
b.      Shock, luka bakar hebat, tenggelam
c.       DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
d.      Pankreatitie
e.       Uremia
f.       Overdosis obat seperti heroin, metadon, propoksifen, atau aspirin
g.      Idiophatic
h.      Bedah kardiobypass yang lama
i.        Transfusi darah yang banyak
j.        PIH (Pregnand Induced Hipertension)
k.      Peningkatn TIK
l.        Terapi radiasi
m.    Trauma hebat, cedera pada dada

Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera. SGPA (Sindrom Gawat Pernafasan Akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya seperti hati atau ginjal. Salah satu faktor resiko dari SGPA adalah merokok sigaret. Angka kejadian SGPA adalah 14 diantara 100.000 orang/tahun.
Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang dapat mencetuska terjadinya ARDS adalah:
1.      Sistematik
a.       Shock karena beberapa penyebab
b.      Sepsis gram negatif
c.       Hipotemia, hipertemia
d.      Takar lajak obat
e.       Gangguan hematologi
f.       Eklampsia
g.      Luka bakar
2.      Pulmonal
a.       Pneumonia
b.      Trauma
c.       Aspirasi
d.      Pneumositis
3.      Non-pulmonal
a.       Cedera kepala
b.      Peningkatan TIK
c.       Pasca kardioversi
d.      Pankreatitis
e.       Uremia

2.4 Patofisiologi
Perubahan patofisiologis yang mengakibatkan ARDS secara khas diawali oleh trauma mayor pada tubuh, seringkali merupakan serangan fisik terhadap sistem tubuh ketimbang sistem pulmonari. Perubahan patofisiologis berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal sebagai ARDS (Phipps, et al, 1995):
1.      Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, Complemen cascade menjadi aktif, yang selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
2.      Cairan, leukosit granular, sel-sel darah merah (SDM), makrofag, sel debris, dan protein bocor ke dalam ruang interstitial antarkapiler dan alveoli dan pada akhirnya ke dalam ruang alveolar.
3.      Karena terdapatnya cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli, maka area permukaan untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida menurun, sehingga mengakibatkan rendahnya rasio ventilasi/perfusi (V/Q) dan hipoksemia.
4.      Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga mengakibatkan hipokapnea dan alkalosis respiratorik.
5.      Sel-sel normalnya melapisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel yang tidak menghasilkan surfaktan, dengan demikian meningkatkan tekanan pembukaan alveolar.

ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik, meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum awitan (misal awitan mendadak infeksi akut). Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24 jam dari waktu cedera paru sampai berkembangnya gejala. Durasi sindrom dapat beragam dari beberapa hari sampai minggu. Pasien yang tampak akan pulih dari ARDS dapat secara mendadak relaps kedalam penyakit pulmonari akut akibat serangan sekunder seperti pneumotoraks atau infeksi berat.


2.6  Manifestasi Klinik 
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah :
 Penurunan kesadaran mental
 Takikardi, takipnea
 Dispnea dengan kesulitan bernafas
 Terdapat retraksi interkosta
 Sianosis
 Hipoksemia
 Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
 Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop

2.6 Diagnosa
Diagnosa dini sukar untuk ditegakkan baik dari pemeriksaan faal paru maupun dari pemeriksaan radiologi. Setiap pasien dengan predileksi terdapatnya ARDS dapat dicurigai ARDS  bila  didapatkan pemeriksaan  radiologi  infiltrat  yang  luas  dimana  tidak  terdapatpneumonia.  Kadar  FiO2 yang  tinggi  diperlukan  untuk  mempertahankan  PO2. Kecurigaan terhadap ARDS bila didapatkan sesak napas yang berat disertai dengan infiltrat yang luas padaparu  yang  terjadi  secara  akut  sementara  tidak  terdapat  faktor-faktor  yang  menyebabkan terjadinya dekompensasi kiri yang dapat menyebabkan edema jantung (cardiac edema).
Pada pemeriksaan fisis pada edema jantung terdapat trias dekompensasi, yakni, bunyigallop, takikardi, dan ronkhi basal. Takikardi dan ronchi basal susah untuk dibedakanantara ARDS dengan edema jantung, akan tetapi bunyi gallop tidak terdapat pada ARDS.Demikian pula tanda bendungan berupa peninggian tekanan jugular tidak didapatkanpada ARDS. Gambaran radiologi pada ARDS infiltrat di perifer sementara pada edemajantung perihilar. Pada pemeriksaab laboratorium cairan edema kristaloid pada ARDSkoloid. Salah satu perbedaan antara edema jantung dan ARDS yang membawa dampak pada pemberian oksigen dimana pada edema jantung terdapat korelasi antara FiO2 dan PaO2 oleh karena shunt yang jauh lebih banyak dari pada edema paru. Kriteriayang digunakan untuk menyatakan ARDS bila terdapat difus infiltrat bilateral, refrakter hipoksemia, berkurang statik komplain paru (lung compliance) dan bertambahnya shunt(QS/QT). PaO2/FiO2 < 200 sedangkan PCWP <18mmHg in Swan-Ganz Catheter.


2.7  Penatalakasanaan
Tujuan terapi:
a.       Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif
b.      Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat
c.       Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)
Farmakologi:
a.       Inhalasi NO2 dan vasodilator lain
b.      Kortikosteroid (masih kontroversial: no benefit, kecuali bagi yang inflamasi eosinofilik)
c.       Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat biosintesis leukotrienes (mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS)
Non-farmakologi:
a.       Ventilasi mekanis        dgn berbagai teknik pemberian, menggunakan ventilator, mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure)
b.      Pembatasan cairan
c.       Pemberian surfaktan        tidak dianjurkan secara rutin

2.8 Komplikasi
Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah :
 Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )
 Defek difusi sedang
 Hipoksemia selama latihan
 Toksisitas oksigen
 Sepsis

2.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
 Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 )
 Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi
 Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
 Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
 Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
Pemeriksaan Rontgent Dada :
 Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
 Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
Tes Fungsi paru :
 Pe ↓ komplain paru dan volume paru
 Pirau kanan-kiri meningkat

No.
Diagnosa Keperawatan
Hasil yang diharapkan
Intervensi
Rasional
1.
Bersihan  jalan napas, tidak efektif

Dihubungkan dengan :
·      Hipoperfusi
·      Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru
·      Meningkatnya tahanan jalan napas (edema interstisial)
·      Menunjukkan hilangnya dispnea
·      Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/tak ada ronki
·      Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
·      Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki / mempertahankan bersihan jalan napas
Mandiri
·      Catat perubahan upaya dan pola bernapas



·      Observasi penurunan ekspansi dinding dada dan adanya/peningkatan fremitus






·      Catat karakteristik bunyi napas




















·      Catat karakteristik batuk (misal, menetap, efektif/tak efektif) juga produksi dan karakteristik sputum.


·      Pertahankan posisi tubuh/kepala tepat dan gunakan alat jalan napas sesuai kebutuhan.



·      Bantu dengan batuk/napas dalam, ubah posisi dan penghisapan sesuai indikasi.







Kolaborasi
·      Berikan oksigen lembab, cairan IV; berikan kelembaban ruangan yang tepat.
·      Berikan terapi aerosol, nebuliser ultrasonik.






·      Bantu dengan/berikan fisioterapi dada, contoh drainase postural; perkusi dada/vibrasi sesuai indikasi.




·      Berikan bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol (profentil), isoetarin (bronkosol) dan agen mukolitik, contoh asetikistein (mucomyst), guaifenesin (robitussin).
·      Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardia, hipertensi, tremor, insomnia.

·      Penggunaan otot interkostal/abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernapas
·      Ekspansi dada terbatas atau tak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema dan sekret dalam seksi lobus. Konsolidasi paru dan pengisian cairan dapat meningkatkan fremitus

·      Bunyi napas menunjukkan aliran udara melalui pohon trakeobronkial dan dipengaruhi oleh adanya cairan, mukus, atau obstruksi aliran udara lain. Mengi dapat merupakan bukti konstriksi bronkus atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan edema. Ronki dapat  jelas tanpa batuk dan menunjukkan pengumpulan mukus pada jalan napas.
·      Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab atau etiologi gagal pernapasan. Sputum, bila adaa mungkin banyak, kental, berdarah, dan/atau purulen.
·      Memudahkan memelihara jalan napas atas paten bila jalan napas pasien dipengaruhi, misalnya, gangguan tingkat kesadaran, sedasi, dan trauma maksilofasial.
·      Pengumpulan sekresi mengganggu ventilasi atau edema paru dan bila pasien tidak diintubasi, peningkatan masukkan cairan oral dapat mengencerkan/meningkatkan pengeluaran.


·      Kelembaban menghilangkan dan memobilisasi sekret dan meningkatkan transpor oksigen.

·      Pengobatan dibuat untuk mengirimkan oksigen/bronkodilatasi/kelembababan dengan kuat pada alveoli dan untuk memobilisasi sekret.
·      Meningkatkan drainase/eliminasi sekret paru ke dalam sentral bronkus, dimana dapat lebih siap dibatukan atau dihisap keluar. Meningkatkan efisiensi penggunaan otot pernapasan dan membantu ekspansi alveoli.
·      Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret.




·      Memerlukan perubahan dosis/pilihan obat.
2.
Kerusakan pertukaran gas

Dihubungkan dengan:
·      Akumulasi protein dan cairan dalam interstisial/ area alveolar
·      Hipoventilasi alveolar
·      Kehilangan surfaktan menyebabkan kolaps alveolar
·      Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebeas gejala distress pernapasan.
·      Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam kemampuan/situasi.
Mandiri

·      Kaji status pernapasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi/ upaya pernapasan atau perubahan pola napas.
·      Catat adanya/tak adanya bunyi napas dan adanya bunyi tambahan, contoh krekels, mengi.












·      Kaji adanya sianosis

















·      Observasi kecenderungan tidur, apatis, tidak perhatian, geelisah, bingung, somnolen.
·      Auskultasi frekuensi jantung dan irama.



·      Berikan periode istirahat dan lingkungan tenang.
·      Tunjukkan/ dorong penggunaan napas bibir bila diindikasikan.



·      Berikan oksiogen lembab dengan masker CPAP sesuai indikasi.
·      Bantu dengan/ berikan tindakan IPPB.















·      Kaji seri foto dada.


·      Awasi/ gambarkan seri GDA/ oksimetri nadi.







·      Berikan obat sesuai indikasi contoh steroid, antibiotik, bronkodilator, ekspektoran.


·       Takipnea adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan upaya pernapasan dapat menunjukkan derajat hipoksemia.

·       Bunyi napas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit. Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti konstriksi bronkus dan / atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan mukus/edema.
·       Penurunan oksigenasi bermakna (desaturasi 5 g hemoglobin) terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir, dan daun telinga, adalah paling indikatif dari hipoksemia sistematik. Sianosis perifer kuku/ekstremitas sehubungn dengan vasokonstriksi.
·       Dapat menunjukkan berlanjutnya hipoksemia dan/atau asidosis,



·       Hipoksemia dapat menyebabkan mudah terangsang pada miokardium, menghasilkan berbagai distritmia.
·       Menghemat energi pasien, menurunkan kebutuhan oksigen.
·       Dapat membantu khususnya untuk pasien yang sembuh dari penyakit lama/berat, mengakibatkan destruksi parenkim paru.
·       Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran, dengan ttekanan jalan napas positif kontinu.
·       Meningkatkan ekspansi  penuh paru untuk memperbaiki oksigenasi dan untuk memberikan obat nebuliser ke dalam jalan napas. Instubasi dan dukungan ventilasi diberikan bila PaO2 kurang dari 60 mmHg dan tidak berespon terhadap peningkatan oksigen murni (FIP2).
·       Menunjukkan kemajuan atau kemunduran kongesti paru.
·       Menunjukkan ventilasi atrau oksigenasi dan status asam/basa. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefektifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
·       Pengobatan untuk SDPD sangat mendukung lebih besar atau dibuat untuk memperbaiki penyebab SDPD dan mencegah berlanjutnya dan potensial komplikasi fatal hipoksemia. Steroid menguntungkan dalam menunrunkan inflamasi dan meningkatkan produksi surfakta. Bronkodilator/ekspektoran meningkatkan bersihan jalan napas. Antibiotik dapat diberikan pada adanya infeksi paru/sepsis untuk mengobati patogen penyebab.
3.
Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan.
Menunjukkan volume cairan normal yang dibuktikan oleh  TD, kecepatan nadi, berat badan,  dan haluaran urin dalam batas normal.
Mandiri
·       Awasi tanda vital, contoh TD, frekuensi jantung, nadi (kesamaan dan volume).


·       Catat perubahan mental, turgor kulit, hidrasi, membran mukosa, dan karakter sputum.






·       Ukur/hitung masukan, keluaran, dan keseimbangan cairan. Catat kehilangan tak tampak.



·       Timbang berat badan tiap hari


Kolaborasi
·      Berikan cairan IV dalam observasi ketat/dengan alat kontrol sesuai indikasi.








·      Awasi/ganti elektrolit sesuai indikasi

·      Kekurangan/ perpindahan cairan meningkatkan frekuensi jantung, menurunkan TD, dan menguragi volume nadi.
·      Penurunan curah jantung mempengaruhi perfusi/fungsi serebral. Kekurangan ciran juga dapat diidentifikasi dengan penurunan turgoe kulit, membran mukosa kering, dan viskositas sekret kental.
·      Memberikan informasi tentang status cairan umum. Kecenderungn keseimbangan cairan negatif dapat menunjukkan terjadinya defisit.
·      Perubahan cepat menunjukkan gangguan dalam air tubuh total.

·      Memperbaiki/ mempertahankan volume sirkulasi dan tekanan osmotik. Catatan: meskipun kekurangan cairan, pemberian dpat mengakibatkan peningkatan kongesti paru, pengaruh negatif fungsi pernapasan.
·      Elektrolit khususnya kalium dan natrium mungkin menurun sebagai akibat terapi deuretik.
4.
Ansietas/ ketakutan.

Dihubungkan dengan :
·      Krisis situasi
·      Perubahan status kesehatan; takut mati
·      Faktor psikologis (efek hipoksemia)
·      Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
·      Mengakui dan mendiskusikan takut.
·      Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.
·      Menunjukkan pemecahan masalah dan penggunaan sumber efektif.
Mandiri
·      Observasi peningkatan kegagalan pernapasan, agitasi, gelisah, emosi labil.
·      Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsang. Jadwalkan prawatan dan prosedur untuk memberikan periode istirahat tak terganggu.
·      Tunjukkan/ bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
·      Identifikasi persepsi pasien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
·      Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.






·      Akui kenyataan stres tanpa menyangkal atau meyakinkan bahwa segalanya akan baik. Berikan informasi tentang tindakan yang akan diambil untuk memperbaiki/menghilangkan kondisi.
·      Identifikasi teknik yang telah digunakan pasien sebelumnya untuk mengatasi ansietas.

·      Bantu orang terdekat untuk berespons positif pada pasien/situasi.











Kolaborasi
·      Berikan sedatif sesuai indikasi dan awasi efek merugikan.

·      Memburuknya hipoksemia dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.


·      Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.






·      Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.

·      Membantu pengenalan ansietas/takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.
·      Langkah awal dalam mengatasi perasaan adlah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
·      Membantu pasien menerima apa yang terjadi dan dapat menurunkan tingkat ansietas/ takut karena tak tahu. Salah meyakinkan tidak membantu, karena baik perawat dan pasien mengetahui hasil akhirnya.






·      Fokus perhatian pada ketrampilan pasien yang telah dilalui, meningkatkan rasa kontrol diri.




·      Meningkatkan penurunan ansietas melihat orang lain tetap tenang. Karena ansietas dapat menular, bila orang terdekat/staf memperlihatkan ansietas mereka. Kemampuan koping pasien dapat dengan mudah dipengaruhi.
\

·      Mungkin diperlukan untuk membantu menangani ansieata dan meningkatkan istirahat. Namun efek samping seperti depresi pernapasan dapat membatasi atau kontraindikasi untuk menggunakannya.





5.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, kebutuhan terapi
·      Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
·      Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
·      Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.
·      Membuat rencana untuk perawatan lanjut.
Mandiri
·       Pacu belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Berikan informasi dalam cara yang jelas/ringkas. Kaji potensial kerja sama dalam program pengobatan di rumah. Termasuk orang terdekat sesuai indikasi.
·       Berikan informasi yang berpusat pada penyebab/ timbulnya proses penyakit pada pasien/orang terdekat.


·       Anjurkan dalam tindakan pencegahan, bila diperlukan. Diskusikan menghindari kerja berlebihan dan pentingnya mempertahankan periode istirahat teratur. Hindari lingkungan dingin dan orang yang sedang terinfeksi.

·       Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat, contoh tujuan, efek samping, rute, dosis, jadwal.

·       Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan tinggi kalori.






·       Berikan pedoman untuk aktifias.










·       Tunjukkan teknik bernapas adqaptif dan cara menurunkan kebutuhan energi selama melakukan aktifitas sehari-hari.
·       Diskusikan evalusai perawatan, contoh kunjungan dokter, tes diagnostik fungsi paru, dan tanda/gejala yang memelukan evaluasi/intervensi.

·       Bantu membuat rencana memenuhi kebutuhan individu setelah pulang. Identifikasi/rujuk ke sumber yang tepat, contoh perawat kunjungan, agen kesehatan di rumah, meal on ‘wheels’, Amblicab.

·      Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaaan informasi/tugas baru. Khususnya orang terdekat memerlukan keterlibatan bila proses penyakit berat atau berubah untuk batasan kesembuhan.


·      SDPD adalah komplikasi dari proses lain, bukan diagnosa utama. Pasien/orang terdekat serig bingung dengan terjadinya pada sistem pernapasan “sehat” sebelumnya.
·      Penurunan tahanan menetap selama periode waktu setelah operasi. Kontrol/menghindari pemajanan pada faktor lingkungan, seperti asap/debu, reaksi alergis, atau infeksi diperlukan untuk menghindari komplikasi  lanjut.







·      Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.
·      Pasien dengan masalah pernapasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk penyembuhan.
·      Pasien harus menghindari terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahat dan aktivutas untuk meningkatkan regangan/stamina dan mencegah konsumsi/kbutuhan oksigen berlebihan.
·      Kondosis lemah dapat mebuat kesulitan untuk pasien menyelesaikan tindakan sederhana sekalipun.



·      Pemahaman alasan dan kebutuhan mengikuti evaluasi perawatan, juga kebutuhan untuk perhtian medik menigkatakan partisipasi pasien dan dapat meningkatkan kerjasama dengan program pengobatan.
·      Memungkinkan kembali ke rumah sementara tetap memberikan dukungn yang diperlukan selama periode penyembuhan/.perbaikan.


Referensi :