Laman

Senin, 18 April 2011

ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

Oleh : Rian Primadi Sukoco
Mahasiswa STIKES TRI MANDIRI SAKTI
Bengkulu


2.1 Definisi
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan kerusakan pada total akibat berbagai total akibat etiologi. Kedaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis, pneumonia viralatau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar, emboli lemak, tenggelam, transfusi darah masif, bypas kardiopulmonal, keracunan O2, perdarahan pankreatitis akut, inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu.
ARDS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo, 2006). ARDS atau sindroma distres pernafasan dewasa (SDPD) adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal (Hudak, 1997).
ARDS adalah penyakit akut dan progressif dari kegagalan pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000).
ARDS adalah suatu kondisi yang ditandai oleh hipoksemia berat, dispnea dan infiltrasi pulmonari bilateral. ARDS menyebabkan penyakit restriktif yang sangat parah. ARDS pernah dikenal dengan banyak nama termasuk syok paru, paru-paru basah traumatik, sindrom kebocoran kapiler, postperfusi paru, atelektasis kongestif dan insufisiensi pulmonal postraumatik. Sindrom ini tidak pernah timbul sebagai penyakit primer, tetapi sekunder akibat gangguan tubuh yang terjadi.

2.2 Epidemiologi
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk jaringan parut di paru-parunya. Jaringan parut tertentu membaik beberapa bulan setelah ventilator dilepas. (http://medicastore.com/penykit/106/Sindroma_Gawat_Pernafasan_Akut.html 09.42, 14090)

2.3 Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan parubaik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru:
1.      Trauma langsung pada paru 
a.       Pneumoni viru, bakter, fungal
b.      Contusio paru
c.       Aspirasi cairan lambung
d.      Anhalasi asap berlebih
e.       Inhalasi toksin
f.       Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
2.      Trauma tidak langsung pada paru
a.       Sepsis
b.      Shock, luka bakar hebat, tenggelam
c.       DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
d.      Pankreatitie
e.       Uremia
f.       Overdosis obat seperti heroin, metadon, propoksifen, atau aspirin
g.      Idiophatic
h.      Bedah kardiobypass yang lama
i.        Transfusi darah yang banyak
j.        PIH (Pregnand Induced Hipertension)
k.      Peningkatn TIK
l.        Terapi radiasi
m.    Trauma hebat, cedera pada dada

Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera. SGPA (Sindrom Gawat Pernafasan Akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya seperti hati atau ginjal. Salah satu faktor resiko dari SGPA adalah merokok sigaret. Angka kejadian SGPA adalah 14 diantara 100.000 orang/tahun.
Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang dapat mencetuska terjadinya ARDS adalah:
1.      Sistematik
a.       Shock karena beberapa penyebab
b.      Sepsis gram negatif
c.       Hipotemia, hipertemia
d.      Takar lajak obat
e.       Gangguan hematologi
f.       Eklampsia
g.      Luka bakar
2.      Pulmonal
a.       Pneumonia
b.      Trauma
c.       Aspirasi
d.      Pneumositis
3.      Non-pulmonal
a.       Cedera kepala
b.      Peningkatan TIK
c.       Pasca kardioversi
d.      Pankreatitis
e.       Uremia

2.4 Patofisiologi
Perubahan patofisiologis yang mengakibatkan ARDS secara khas diawali oleh trauma mayor pada tubuh, seringkali merupakan serangan fisik terhadap sistem tubuh ketimbang sistem pulmonari. Perubahan patofisiologis berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal sebagai ARDS (Phipps, et al, 1995):
1.      Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, Complemen cascade menjadi aktif, yang selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
2.      Cairan, leukosit granular, sel-sel darah merah (SDM), makrofag, sel debris, dan protein bocor ke dalam ruang interstitial antarkapiler dan alveoli dan pada akhirnya ke dalam ruang alveolar.
3.      Karena terdapatnya cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli, maka area permukaan untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida menurun, sehingga mengakibatkan rendahnya rasio ventilasi/perfusi (V/Q) dan hipoksemia.
4.      Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga mengakibatkan hipokapnea dan alkalosis respiratorik.
5.      Sel-sel normalnya melapisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel yang tidak menghasilkan surfaktan, dengan demikian meningkatkan tekanan pembukaan alveolar.

ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik, meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum awitan (misal awitan mendadak infeksi akut). Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24 jam dari waktu cedera paru sampai berkembangnya gejala. Durasi sindrom dapat beragam dari beberapa hari sampai minggu. Pasien yang tampak akan pulih dari ARDS dapat secara mendadak relaps kedalam penyakit pulmonari akut akibat serangan sekunder seperti pneumotoraks atau infeksi berat.


2.6  Manifestasi Klinik 
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah :
 Penurunan kesadaran mental
 Takikardi, takipnea
 Dispnea dengan kesulitan bernafas
 Terdapat retraksi interkosta
 Sianosis
 Hipoksemia
 Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
 Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop

2.6 Diagnosa
Diagnosa dini sukar untuk ditegakkan baik dari pemeriksaan faal paru maupun dari pemeriksaan radiologi. Setiap pasien dengan predileksi terdapatnya ARDS dapat dicurigai ARDS  bila  didapatkan pemeriksaan  radiologi  infiltrat  yang  luas  dimana  tidak  terdapatpneumonia.  Kadar  FiO2 yang  tinggi  diperlukan  untuk  mempertahankan  PO2. Kecurigaan terhadap ARDS bila didapatkan sesak napas yang berat disertai dengan infiltrat yang luas padaparu  yang  terjadi  secara  akut  sementara  tidak  terdapat  faktor-faktor  yang  menyebabkan terjadinya dekompensasi kiri yang dapat menyebabkan edema jantung (cardiac edema).
Pada pemeriksaan fisis pada edema jantung terdapat trias dekompensasi, yakni, bunyigallop, takikardi, dan ronkhi basal. Takikardi dan ronchi basal susah untuk dibedakanantara ARDS dengan edema jantung, akan tetapi bunyi gallop tidak terdapat pada ARDS.Demikian pula tanda bendungan berupa peninggian tekanan jugular tidak didapatkanpada ARDS. Gambaran radiologi pada ARDS infiltrat di perifer sementara pada edemajantung perihilar. Pada pemeriksaab laboratorium cairan edema kristaloid pada ARDSkoloid. Salah satu perbedaan antara edema jantung dan ARDS yang membawa dampak pada pemberian oksigen dimana pada edema jantung terdapat korelasi antara FiO2 dan PaO2 oleh karena shunt yang jauh lebih banyak dari pada edema paru. Kriteriayang digunakan untuk menyatakan ARDS bila terdapat difus infiltrat bilateral, refrakter hipoksemia, berkurang statik komplain paru (lung compliance) dan bertambahnya shunt(QS/QT). PaO2/FiO2 < 200 sedangkan PCWP <18mmHg in Swan-Ganz Catheter.


2.7  Penatalakasanaan
Tujuan terapi:
a.       Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif
b.      Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat
c.       Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)
Farmakologi:
a.       Inhalasi NO2 dan vasodilator lain
b.      Kortikosteroid (masih kontroversial: no benefit, kecuali bagi yang inflamasi eosinofilik)
c.       Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat biosintesis leukotrienes (mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS)
Non-farmakologi:
a.       Ventilasi mekanis        dgn berbagai teknik pemberian, menggunakan ventilator, mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure)
b.      Pembatasan cairan
c.       Pemberian surfaktan        tidak dianjurkan secara rutin

2.8 Komplikasi
Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah :
 Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )
 Defek difusi sedang
 Hipoksemia selama latihan
 Toksisitas oksigen
 Sepsis

2.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
 Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 )
 Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi
 Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
 Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
 Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
Pemeriksaan Rontgent Dada :
 Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
 Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
Tes Fungsi paru :
 Pe ↓ komplain paru dan volume paru
 Pirau kanan-kiri meningkat

No.
Diagnosa Keperawatan
Hasil yang diharapkan
Intervensi
Rasional
1.
Bersihan  jalan napas, tidak efektif

Dihubungkan dengan :
·      Hipoperfusi
·      Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru
·      Meningkatnya tahanan jalan napas (edema interstisial)
·      Menunjukkan hilangnya dispnea
·      Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/tak ada ronki
·      Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
·      Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki / mempertahankan bersihan jalan napas
Mandiri
·      Catat perubahan upaya dan pola bernapas



·      Observasi penurunan ekspansi dinding dada dan adanya/peningkatan fremitus






·      Catat karakteristik bunyi napas




















·      Catat karakteristik batuk (misal, menetap, efektif/tak efektif) juga produksi dan karakteristik sputum.


·      Pertahankan posisi tubuh/kepala tepat dan gunakan alat jalan napas sesuai kebutuhan.



·      Bantu dengan batuk/napas dalam, ubah posisi dan penghisapan sesuai indikasi.







Kolaborasi
·      Berikan oksigen lembab, cairan IV; berikan kelembaban ruangan yang tepat.
·      Berikan terapi aerosol, nebuliser ultrasonik.






·      Bantu dengan/berikan fisioterapi dada, contoh drainase postural; perkusi dada/vibrasi sesuai indikasi.




·      Berikan bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol (profentil), isoetarin (bronkosol) dan agen mukolitik, contoh asetikistein (mucomyst), guaifenesin (robitussin).
·      Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardia, hipertensi, tremor, insomnia.

·      Penggunaan otot interkostal/abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernapas
·      Ekspansi dada terbatas atau tak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema dan sekret dalam seksi lobus. Konsolidasi paru dan pengisian cairan dapat meningkatkan fremitus

·      Bunyi napas menunjukkan aliran udara melalui pohon trakeobronkial dan dipengaruhi oleh adanya cairan, mukus, atau obstruksi aliran udara lain. Mengi dapat merupakan bukti konstriksi bronkus atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan edema. Ronki dapat  jelas tanpa batuk dan menunjukkan pengumpulan mukus pada jalan napas.
·      Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab atau etiologi gagal pernapasan. Sputum, bila adaa mungkin banyak, kental, berdarah, dan/atau purulen.
·      Memudahkan memelihara jalan napas atas paten bila jalan napas pasien dipengaruhi, misalnya, gangguan tingkat kesadaran, sedasi, dan trauma maksilofasial.
·      Pengumpulan sekresi mengganggu ventilasi atau edema paru dan bila pasien tidak diintubasi, peningkatan masukkan cairan oral dapat mengencerkan/meningkatkan pengeluaran.


·      Kelembaban menghilangkan dan memobilisasi sekret dan meningkatkan transpor oksigen.

·      Pengobatan dibuat untuk mengirimkan oksigen/bronkodilatasi/kelembababan dengan kuat pada alveoli dan untuk memobilisasi sekret.
·      Meningkatkan drainase/eliminasi sekret paru ke dalam sentral bronkus, dimana dapat lebih siap dibatukan atau dihisap keluar. Meningkatkan efisiensi penggunaan otot pernapasan dan membantu ekspansi alveoli.
·      Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret.




·      Memerlukan perubahan dosis/pilihan obat.
2.
Kerusakan pertukaran gas

Dihubungkan dengan:
·      Akumulasi protein dan cairan dalam interstisial/ area alveolar
·      Hipoventilasi alveolar
·      Kehilangan surfaktan menyebabkan kolaps alveolar
·      Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebeas gejala distress pernapasan.
·      Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam kemampuan/situasi.
Mandiri

·      Kaji status pernapasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi/ upaya pernapasan atau perubahan pola napas.
·      Catat adanya/tak adanya bunyi napas dan adanya bunyi tambahan, contoh krekels, mengi.












·      Kaji adanya sianosis

















·      Observasi kecenderungan tidur, apatis, tidak perhatian, geelisah, bingung, somnolen.
·      Auskultasi frekuensi jantung dan irama.



·      Berikan periode istirahat dan lingkungan tenang.
·      Tunjukkan/ dorong penggunaan napas bibir bila diindikasikan.



·      Berikan oksiogen lembab dengan masker CPAP sesuai indikasi.
·      Bantu dengan/ berikan tindakan IPPB.















·      Kaji seri foto dada.


·      Awasi/ gambarkan seri GDA/ oksimetri nadi.







·      Berikan obat sesuai indikasi contoh steroid, antibiotik, bronkodilator, ekspektoran.


·       Takipnea adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan upaya pernapasan dapat menunjukkan derajat hipoksemia.

·       Bunyi napas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit. Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti konstriksi bronkus dan / atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan mukus/edema.
·       Penurunan oksigenasi bermakna (desaturasi 5 g hemoglobin) terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir, dan daun telinga, adalah paling indikatif dari hipoksemia sistematik. Sianosis perifer kuku/ekstremitas sehubungn dengan vasokonstriksi.
·       Dapat menunjukkan berlanjutnya hipoksemia dan/atau asidosis,



·       Hipoksemia dapat menyebabkan mudah terangsang pada miokardium, menghasilkan berbagai distritmia.
·       Menghemat energi pasien, menurunkan kebutuhan oksigen.
·       Dapat membantu khususnya untuk pasien yang sembuh dari penyakit lama/berat, mengakibatkan destruksi parenkim paru.
·       Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran, dengan ttekanan jalan napas positif kontinu.
·       Meningkatkan ekspansi  penuh paru untuk memperbaiki oksigenasi dan untuk memberikan obat nebuliser ke dalam jalan napas. Instubasi dan dukungan ventilasi diberikan bila PaO2 kurang dari 60 mmHg dan tidak berespon terhadap peningkatan oksigen murni (FIP2).
·       Menunjukkan kemajuan atau kemunduran kongesti paru.
·       Menunjukkan ventilasi atrau oksigenasi dan status asam/basa. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefektifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
·       Pengobatan untuk SDPD sangat mendukung lebih besar atau dibuat untuk memperbaiki penyebab SDPD dan mencegah berlanjutnya dan potensial komplikasi fatal hipoksemia. Steroid menguntungkan dalam menunrunkan inflamasi dan meningkatkan produksi surfakta. Bronkodilator/ekspektoran meningkatkan bersihan jalan napas. Antibiotik dapat diberikan pada adanya infeksi paru/sepsis untuk mengobati patogen penyebab.
3.
Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan.
Menunjukkan volume cairan normal yang dibuktikan oleh  TD, kecepatan nadi, berat badan,  dan haluaran urin dalam batas normal.
Mandiri
·       Awasi tanda vital, contoh TD, frekuensi jantung, nadi (kesamaan dan volume).


·       Catat perubahan mental, turgor kulit, hidrasi, membran mukosa, dan karakter sputum.






·       Ukur/hitung masukan, keluaran, dan keseimbangan cairan. Catat kehilangan tak tampak.



·       Timbang berat badan tiap hari


Kolaborasi
·      Berikan cairan IV dalam observasi ketat/dengan alat kontrol sesuai indikasi.








·      Awasi/ganti elektrolit sesuai indikasi

·      Kekurangan/ perpindahan cairan meningkatkan frekuensi jantung, menurunkan TD, dan menguragi volume nadi.
·      Penurunan curah jantung mempengaruhi perfusi/fungsi serebral. Kekurangan ciran juga dapat diidentifikasi dengan penurunan turgoe kulit, membran mukosa kering, dan viskositas sekret kental.
·      Memberikan informasi tentang status cairan umum. Kecenderungn keseimbangan cairan negatif dapat menunjukkan terjadinya defisit.
·      Perubahan cepat menunjukkan gangguan dalam air tubuh total.

·      Memperbaiki/ mempertahankan volume sirkulasi dan tekanan osmotik. Catatan: meskipun kekurangan cairan, pemberian dpat mengakibatkan peningkatan kongesti paru, pengaruh negatif fungsi pernapasan.
·      Elektrolit khususnya kalium dan natrium mungkin menurun sebagai akibat terapi deuretik.
4.
Ansietas/ ketakutan.

Dihubungkan dengan :
·      Krisis situasi
·      Perubahan status kesehatan; takut mati
·      Faktor psikologis (efek hipoksemia)
·      Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
·      Mengakui dan mendiskusikan takut.
·      Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.
·      Menunjukkan pemecahan masalah dan penggunaan sumber efektif.
Mandiri
·      Observasi peningkatan kegagalan pernapasan, agitasi, gelisah, emosi labil.
·      Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsang. Jadwalkan prawatan dan prosedur untuk memberikan periode istirahat tak terganggu.
·      Tunjukkan/ bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
·      Identifikasi persepsi pasien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
·      Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.






·      Akui kenyataan stres tanpa menyangkal atau meyakinkan bahwa segalanya akan baik. Berikan informasi tentang tindakan yang akan diambil untuk memperbaiki/menghilangkan kondisi.
·      Identifikasi teknik yang telah digunakan pasien sebelumnya untuk mengatasi ansietas.

·      Bantu orang terdekat untuk berespons positif pada pasien/situasi.











Kolaborasi
·      Berikan sedatif sesuai indikasi dan awasi efek merugikan.

·      Memburuknya hipoksemia dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.


·      Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.






·      Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.

·      Membantu pengenalan ansietas/takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.
·      Langkah awal dalam mengatasi perasaan adlah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.
·      Membantu pasien menerima apa yang terjadi dan dapat menurunkan tingkat ansietas/ takut karena tak tahu. Salah meyakinkan tidak membantu, karena baik perawat dan pasien mengetahui hasil akhirnya.






·      Fokus perhatian pada ketrampilan pasien yang telah dilalui, meningkatkan rasa kontrol diri.




·      Meningkatkan penurunan ansietas melihat orang lain tetap tenang. Karena ansietas dapat menular, bila orang terdekat/staf memperlihatkan ansietas mereka. Kemampuan koping pasien dapat dengan mudah dipengaruhi.
\

·      Mungkin diperlukan untuk membantu menangani ansieata dan meningkatkan istirahat. Namun efek samping seperti depresi pernapasan dapat membatasi atau kontraindikasi untuk menggunakannya.





5.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, kebutuhan terapi
·      Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
·      Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
·      Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.
·      Membuat rencana untuk perawatan lanjut.
Mandiri
·       Pacu belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Berikan informasi dalam cara yang jelas/ringkas. Kaji potensial kerja sama dalam program pengobatan di rumah. Termasuk orang terdekat sesuai indikasi.
·       Berikan informasi yang berpusat pada penyebab/ timbulnya proses penyakit pada pasien/orang terdekat.


·       Anjurkan dalam tindakan pencegahan, bila diperlukan. Diskusikan menghindari kerja berlebihan dan pentingnya mempertahankan periode istirahat teratur. Hindari lingkungan dingin dan orang yang sedang terinfeksi.

·       Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat, contoh tujuan, efek samping, rute, dosis, jadwal.

·       Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan tinggi kalori.






·       Berikan pedoman untuk aktifias.










·       Tunjukkan teknik bernapas adqaptif dan cara menurunkan kebutuhan energi selama melakukan aktifitas sehari-hari.
·       Diskusikan evalusai perawatan, contoh kunjungan dokter, tes diagnostik fungsi paru, dan tanda/gejala yang memelukan evaluasi/intervensi.

·       Bantu membuat rencana memenuhi kebutuhan individu setelah pulang. Identifikasi/rujuk ke sumber yang tepat, contoh perawat kunjungan, agen kesehatan di rumah, meal on ‘wheels’, Amblicab.

·      Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaaan informasi/tugas baru. Khususnya orang terdekat memerlukan keterlibatan bila proses penyakit berat atau berubah untuk batasan kesembuhan.


·      SDPD adalah komplikasi dari proses lain, bukan diagnosa utama. Pasien/orang terdekat serig bingung dengan terjadinya pada sistem pernapasan “sehat” sebelumnya.
·      Penurunan tahanan menetap selama periode waktu setelah operasi. Kontrol/menghindari pemajanan pada faktor lingkungan, seperti asap/debu, reaksi alergis, atau infeksi diperlukan untuk menghindari komplikasi  lanjut.







·      Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.
·      Pasien dengan masalah pernapasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk penyembuhan.
·      Pasien harus menghindari terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahat dan aktivutas untuk meningkatkan regangan/stamina dan mencegah konsumsi/kbutuhan oksigen berlebihan.
·      Kondosis lemah dapat mebuat kesulitan untuk pasien menyelesaikan tindakan sederhana sekalipun.



·      Pemahaman alasan dan kebutuhan mengikuti evaluasi perawatan, juga kebutuhan untuk perhtian medik menigkatakan partisipasi pasien dan dapat meningkatkan kerjasama dengan program pengobatan.
·      Memungkinkan kembali ke rumah sementara tetap memberikan dukungn yang diperlukan selama periode penyembuhan/.perbaikan.


Referensi :